كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.
Suatu ketika, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Na’im, Rasulullah SAW bersabda bahwa kemiskinan itu dekat kepada kekufuran. Hadis tersebut adalah peringatan, baik kepada orang miskin maupun orang kaya. Orang miskin diperingatkan untuk tidak tergoda melakukan kemaksiaatan meski dalam kondisi yang serba kekurangan. Orang kaya diperingatkan untuk peduli bahwa kemiskinan—yang dialami sebagian saudara-saudaranya—bisa mendorog pada kekufuran. Orang kaya, karena itu, diwajibkan untuk berzakat dan disunahkan untuk bersedekah.
Jebakan Kemiskinan
PDB Negara-Negara Kawasan ASEAN (1960-2018)
Sumber: Katadata, diolah dari Bank Dunia, 2019
Pada grafik di atas terlihat Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan ASEAN. Data Bank Dunia menunjukkan perekonomian Indonesia tahun lalu, yang diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, sebesar US$1,042 triliun atau setara Rp14.837 triliun. Namun, riset Bank Dunia menunjukkan pertumbuhan tersebut memberi manfaat cuma kepada 20% orang paling kaya di Indonesia.
Jumlah penduduk dan luas wilayah—yang sama-sama besar—adalah keunggulan sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Beberapa lembaga internasional meramalkan Indonesia bakal menjadi negara dengan perekonomian terbesar kelima dunia dalam beberapa tahun mendatang.
Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse menunjukkan 1% orang terkaya di Indonesia menguasai hampir separuh atau 46,6% total kekayaan penduduk dewasa. Sementara, 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk dewasa. Pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini hanya dinikmati oleh orang-orang tajir. Kondisi ini juga menunjukkan ketimpangan kekayaan di Indonesia masih cukup tinggi. Di kawasan Asia, ketimpangan kekayaan Indonesia berada di urutan ketiga setelah Thailand dan India.
Tingkat ketimpangan atau rasio gini di Indonesia per Maret 2019 sebesar 0,382. Sebenarnya ada penurunan tingkat kesenjangan sebesar 0,007 poin dibanding bulan sama tahun lalu (year-on-year). Namun, ini bukan pertanda situasi baik-baik saja, karena BPS mengukur ketimpangan berdasarkan konsumsi, bukan pendapatan atau kekayaan. Rasio gini merupakan indikator dalam mengukur ketimpangan atau kesenjangan distribusi pendapatan masyarakat dengan skala 0 hingga 1. Semakin tinggi nilai rasio gini mengindikasikan ketimpangan yang semakin tinggi pula.
Pemanfaatan Dana Zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat ditentukan dalam Alquran surat At Taubah ayat 60. Dalam ayat tersebut ada delapan golongan yang berhak menerima zakat, yakni fakir, miskin, amil, mualaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, dan musafir. Golongan yang berhak menerima zakat hanya benar-benar berhak apabila mereka telah mencoba mencari sumber penghasilan tetapi gagal mencukupi kebutuhan sendiri dan keluarganya. Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras dan hidup mandiri. Zakat adalah sumber terakhir untuk orang-orang yang telah melakukan upaya terbaik dalam memenuhi kebutuhannya.
Ada perbedaan pendapat di antara para ahli fiqih ihwal pemanfaatan dana zakat. Sebagian ahli fiqih berpendapat dana zakat harus dibagi sama rata kepada kedelapan golongan yang berhak mendapatkan atau harus dibelanjakan untuk semua golongan secara bersama. Sebagian lagi berpendapat sebaliknya. Kepada gharimin misalnya, menurut pendapat kedua, jumlah maksimum dana yang dapat dibayarkan setelah ia mampu membayar hutangnya dengan bantuan tersebut tidak boleh memelihi nisab, yaitu sebanyak 200 dirham.
Pembayaran zakat harus merupakan transfer kepemilikan. Karena itu, pembayar zakat, baik langsung maupun tidak langsung, tidak boleh menerima manfaat dari zakat yang dibayarkannya. Zakat berbeda dengan pajak. Penerima manfaat dari dana pajak tidak terbatas pada orang miskin. Bahkan, dalam kondisi tertentu, orang kaya bisa menerima manfaat yang lebih besar dibanding orang miskin. Sistem perpajakan progresif memberikan kesamaan pada seluruh warga negara, kaya atau miskin. Pola pengenaan pajak seperi ini sesuai dengan asas keseimbangan dalam ajaran The Four Maxims yang ditulis Adam Smith dalam buku The Wealth of Nations.
Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan
Salah satu definisi pertama tentang kemiskinan dirumuskan oleh Seebohm Rowntree, yakni pada tahun 1901. Ia mendefinisikan bahwa suatu keluarga termasuk dalam kemiskinan primer jika keseluruhan pendapatannya tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan minimum untuk kebutuhan fisik/tubuhnya berupa konsumsi pangan.
Sementara, dalam Islam kita mengenal istilah fakir dan miskin. Fakir berarti orang-orang sangat miskin dan hidup menderita yang tidak memiliki apa-apa untuk hidup. Fakir juga berarti orang yang sehat dan jujur tetapi tidak memiliki pekerjaan. Sementara, miskin mencakup semua orang yang lemah dan tidak berdaya karena dalam keadaan sakit, usia lanjut, atau dalam kondisi peperangan, baik yang mampu bekerja ataupun tidak, yang tidak cukup memperoleh penghasilan untuk dirinya dan keluarganya.
Kemiskinan dekat dengan kekufuran. Karena itu, Islam meberikan begitu banyak solusi pengentasan kemiskinan. Sampai-sampai, ada ibadah-ibadah yang dapat menjadi sumber pengentasan kemiskinan. Bila kita berkurban, daging kurbannya untuk orang miskin. Bila kita tidak mampu menunaikan nazar, kita didenda untuk memberi makan orang miskin. Bila orangtua kita sakit dan tidak bisa berpuasa, kita bisa menggantinya dengan membayar fidyah, yakni memberi makan orang miskin.
Selain ibadah-ibadah tadi, pilar ketiga agama Islam adalah zakat. Ada banyak sumber zakat, mulai dari zakat fitrah hingga zakat mal: zakat profesi, zakat perdagangan, zakat barang produktif, zakat emas dan perak, zakat pertanian, dan zakat tabungan. Semua sumber zakat tersebut apabila disalurkan dengan efektif bisa memadai untuk mengentaskan kemiskinan. Salah satu tujuan terpenting zakat adalah mempersempit ketimpangan ekonomi di masyarakat. Zakat bertujuan untuk distribusi pendapatan, sehingga yang kaya tidak semakin kaya dan yang miskin tidak semakin miskin.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa zakat adalah uang yang dipungut dari orang kaya dan diberikan kepada orang miskin. Tujuannya adalah distribusi harta di masyarakat, sehingga tidak ada satu pun umat Islam yang hidup di bawah garis imajiner kemiskinan. Dengan cara ini Islam menjaga agar harta di masyarakatt dapat tersirkulasi dan tidak cuma terkonsentrasi pada segelintir orang. Prinsip dasar tersebut dinyatakan dalam surat Al Hasyr ayat 7.
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Dalam impelementasi yang lebih luas, mengacu pada ayat di atas, penumpukan harta oleh segelintir orang saja adalah tidak wajar, tidak adil, dan tidak berperikemanusiaan, sehingga tidak dapat ditoleransi. Namun, tidak berarti orang kaya harus dirampas hartanya. Ayat tersebut merupakan anjuran biar ketimpangan ekonomi tidak berkembang hingga melampaui batas-batas kedailan dan kewajaran. Dalam suatu masyarakat tidak boleh ada segelintir orang yang hidup bergelimang harta di saat masih banyak orang yang hidup miskin dan bahkan kelaparan.
Dalam konteks Indonesia, ketika pada Maret 2019 lalu tingkat ketimpangan di Indonesia sebesar 0,382, zakat bisa menjadi solusi untuk mengatasi besarnya tingkat ketimpangan tersebut. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surat Adz Dzaariyaat ayat 19.
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
Orang kaya harus mengembalikan hak orang miskin. Bila tidak, berarti mereka telah mengambil atau memakan sesuatu yang bukan haknya. Ayat tersebut juga menunjukkan adanya korelasi antara kemiskinan dengan harta yang dimiliki orang kaya. Dengan demikian, terlihat jelas korelasi antara kedua grafik di awal. Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN. Sementara, separuh kekayaan penduduk Indonesia hanya dikuasai satu persennya saja. Dalam harta orang-orang kaya tersebut terdapat hak orang-orang miskin.
Potensi Belum Tergali
Ketua Badan Amil Zakat Nasional Bambang Sudibyo, seperti dilansir CNBC Indonesia, mengungkapkan bahwa sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, potensi zakat Indonesia tahun 2018 sebesar Rp232 triliun atau 1,57% PDB. Potensi tersebut dihitung dari 209 juta umat Islam di tanah air. Tahun lalu, zakat yang berhasil dikumpulkan baru mencapai Rp8,1 triliun.
Sejatinya, kesenjangan pendapatan yang signifikan saat ini dapat dikurangi dengan mengoptimalkan pemungutan dan pengalokasian dana zakat. Pemungutan zakat efektik untuk mengurangi atau menghapuskan pemubadziran atau harta tersimpan dalam suatu masyarakat. Berbeda dengan pajak yang dikenakan atas penghasilan (pajak penghasilan), zakat dikenakan atas harta yang disimpan, ditabung, atau diinvestasikan (zakat mal). Zakat dapat menggerakkan sumber-sumber kekayaan yang tersimpan untuk tujuan yang lebih produktif. Zakat untuk pengentasan kemiskinan mewujudkan keadilan sosial. Itulah ideologi Islam. Itu pulalah ideologi bangsa kita: Pancasila.
Referensi Buku
Iqbal, Muhaimin. 2013. Sharia Economics 2.0 Ekonomi Syariah Untuk Kita. Jakarta: Republika.
Rahman, Afzalur. 1996. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Iqbal, Muhaimin. 2013. Sharia Economics 2.0 Ekonomi Syariah Untuk Kita. Jakarta: Republika.
Rahman, Afzalur. 1996. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Referensi Daring
CNBC Indonesia: Potensi Zakat Tanah Air Rp 323 Triliun.
Faisalbasri.com: Oligarki, Ketimpangan, dan Korupsi.
Katadata: Ekonomi Indonesia Terbesar di Kawasan ASEAN.
Katadata: 1% Orang Terkaya Indonesia Menguasai 46% Kekayaan Penduduk.
NU Online: Tiga Makna Hadits ‘Kemiskinan Dekat kepada Kekufuran’.
CNBC Indonesia: Potensi Zakat Tanah Air Rp 323 Triliun.
Faisalbasri.com: Oligarki, Ketimpangan, dan Korupsi.
Katadata: Ekonomi Indonesia Terbesar di Kawasan ASEAN.
Katadata: 1% Orang Terkaya Indonesia Menguasai 46% Kekayaan Penduduk.
NU Online: Tiga Makna Hadits ‘Kemiskinan Dekat kepada Kekufuran’.
Tidak menyangka Indonesia yang kaya sumber daya alamnya menduduki peringkat pertama dalam hal kemiskinan. Itu menyedihkan. Semoga kian banyak masyarakat muslim yang sadar zakat dan memberdayakan zakat untuk hal yang bermanfaat bagi umat.
BalasHapusPotensi zakat jika disalurkan untuk membantu masyarakat miskin dengan berbagai program itu sangatlah kita butuhkan. Bahwa zakat disalurkan dengan cara yang baik dan bermanfaat.
Bukan. Grafik itu justru menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN.
Hapus