Sejak akhir tahun 2019 lalu Jagoan sudah tidak bersekolah secara formal. Sekolah Jagoan tidak jelek, sangat bagus malah. Tapi kan memilih sekolah bukan cuma soal bagus atau tidak. Jagoan sama seperti Toto-chan, dan kami harus mencari Tomoe Gakuen untuk Jagoan. Kami berencana mendaftarkan Jagoan kursus-kursus keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Kami baru mendaftarkan Jagoan di Sanggar Asri Welas. Namun, baru beberapa pertemuan korona keburu menyerang. Untuk sementara, kami putuskan Jagoan untuk belajar di rumah.
Lagi pula, pendidikan yang paling awal diterima anak berasal dari orangtuanya. Makanya, di masa pandemi ini, kami memberikan stimulasi pendidikan ke Jagoan. Laporan perkembangan dari (mantan) sekolahnya menjadi dasar kami menentukan stimulasi-stimulasi yang harus diberikan.
Di awal memang kami terkejut karena banyak hal yang belum dikuasai Jagoan. Ambu mumet. Abah ikut pura-pura mumet. Jangankan menulis, kemampuan pramenulis juga belum dikuasai. Jangankan mengurangi dan menjumlahkan obyek hingga 5, mengenal dan menghitung angka sampai 10 pun belum mampu. Mengenal huruf hijaiyah lewat, apalagi huruf alfabet, dan sebagainya. Memang kata ustazah di sekolah, Jagoan lebih banyak diam, sehingga terkesan lamban dalam beraktivitas, bermain, dan belajar di sekolah. Maka, tak heran di laporan perkembangannya, sesuai target sekolah, banyak yang belum Jagoan kuasai.
Pendidikan rumahan pun dimulai dengan belajar menggunting—yang penuh effort banget buat Jagoan, belajar memegang pensil untuk membuat garis—yang penuh perdebatan, mengelem serba belepotan kemana-mana, dan merobek-robek kertas yang membuat rumah seperti kapal pecah. Alhamdulillah, butuh hanya sekitar tiga minggu bagi Jagoan untuk bisa memegang pensil hampir benar. Sekarang, memegang pensil bukan lagi hal yang membosankan baginya. Ia pun bisa menulis huruf dengan bentuk sesuai kemampuan umurnya.
Setelah bisa memegang pensil, Jagoan juga menjadi senang menggambar dan mewarnai. Entah itu menggambar sesuai imajinasinya atau menggambar dengan melihat instruksi tahap-tahap menggambar hewan di buku secara mandiri. Gambarnya pun tampak detail dan semakin hari semakin berbentuk. Mungkin buat orangtua lain itu hal remeh, tapi Jagoan menggambar dengan detail sesuai ingatannya. Ia pun belajar menggambar dengan melihat instruksi instruksi tahap-tahap menggambar hewan di buku secara mandiri tanpa dibantu secara verbal oleh orang yang lebih dewasa. Buat kami, itu keren di umurnya yang saat itu belum genap lima tahun.
Ketika pramenulis dan menulis hampir usai, kami mempersiapkannya untuk belajar berhitung. Dari botol susu berangka, berhitung jari, tebak angka, hingga mencocokkan jumlah gambar ke angka, kami siapkan. Dari membuat lembar kerja sendiri, mengunduh dari internet, sampai beli buku berhitung awal di market place, kami lakukan. Bersamaan dengan itu, kami juga mengenalkan sains sederhana, baik tentang hewan, tumbuhan, manusia, maupun eksperimen sederhana dengan abahnya. Jagoan juga belajar memahami cerita dengan mendengarkan cerita dan menonton dongeng di YouTube.
Tentu saja banyak tantangan belajar di rumah. Nyatanya, penguasaan huruf oleh Jagoan masih belum mumpuni. Banyak tawar-menawar dan diskusi mengapa begini dan begitu. Banyak iklan belajar muncul seperti mau pipis, minum, pup, atau tiduran dulu, yang menguji kesabaran dan akal kami untuk mulai mengenalkan huruf. Namun, kami tidak menyerah dan tidak memburu-buru Jagoan untuk menguasai huruf, meski deg-degan.
Mungkin, tidak semua orangtua punya kemampuan dan waktu luang untuk membuat sendiri materi belajar dan mendampingi belajar anaknya. Tapi kalau bukan kita, orangtuanya, siapa lagi yang mesti memikul tanggung jawab itu?
Semoga rumah menjadi sebenar-benarnya Tomoe Gakuen-nya Jagoan.