Hansip yang berkeliling sudah memukul masih-masing tiang telepon sebanyak dua kali dan saya masih belum tidur. Overthinking kalau kata orang-orang. Namun, bukannya rebahan dan menutup mata, saya malah bangun dan menyalakan laptop. Anggap saja ronda malam menemani Bungsu.
Bulan lalu, kalau tidak salah, saya baru tahu makna dari patung kuda yang ditunggangi para pahlawan. Patung kuda jingkrak dengan dua kaki diangkat adalah pertanda bahwa pahlawan yang menungganginya tewas di medan peperangan. Patung kuda dengan satu kaki diangkat adalah pertanda bahwa pahlawan yang menungganginya meninggal karena luka atau sakit yang didapat ketika berperang tetapi meninggalnya bukan di medan perang. Sementara kuda yang keempat kakinya menapak tanah adalah pengecualian dari keduanya. Artinya, pahlawan yang menungganginya tidak tewas di medan perang ataupun meninggal akibat perang.
Namun, jangan heran jika melihat patung Pangeran Diponegoro yang menaiki kuda jingkrak yang kedua kakinya diangkat. Itu adalah sebuah pengecualian.
Sampai detik ini grafik Covid-19 masih terus menanjak tajam. Anehnya, kewaspadaan kita saat ini menurun jauh dibanding pada awal PSBB. Orang-orang beraktivitas seolah semua baik-baik saja. Di perjalanan menuju kantor saya melihat petugas keamanan gabungan yang malah asyik berpose di depan pasar. Padahal disekitarnya banyak yang tidak menggunakan masker. Alih-alih menegur mereka lebih memilih untuk berfoto bersama berdekatan, tidak ada yang namanya jaga jarak.
Makin ke sini makin banyak orang yang namanya familiar di telinga saya yang terjangkit Covid-19. Saya semakin khawatir. Apalagi media malah seolah bersepakat untuk menciptakan opini bahwa semuanya sedang baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Belum lagi ujaran-ujaran toxic positivity dan himbauan untuk tidak membagikan informasi yang akan membuat panik. Saya malah merasa sudah saatnya kita mulai panik melihat fakta penyebaran virus yang kian masiv dan kewaspadaan kita yang mulai menurun. Sudah saatnya kita kembali memperketat protokol kesehatan, lebih ketat dibanding awal PSBB Maret lalu.
Banyak tenaga medis yang sudah mengorbankan nyawanya dan menjadi pahlawan berkuda jingkrak yang kedua kakinya diangkat. Tidak ada yang menyuruh kita untuk ikut mempertaruhkan nyawa seperti mereka. Kita hanya disuruh untuk rebahan. Itu saja. Bahkan saya masih bingung rebahan itu kata kerja atau bukan.
Jaga diri. Jaga keluarga. Jaga kawan. Jaga kesehatan. Jaga jarak. Jaga pengorbanan para tenaga medis, jangan sampai sia-sia. Sampai jumpa di masa ketika Covid-19 sudah bertekuk lutut. Sampurasun.