zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Tholabul 'Ilmi Selagi Pandemi

Webinar Selagi Pandemi

Medio Maret lalu WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global. Dua hari berselang, presiden Indonesia membentuk gugus tugas penanganan COVID-19. Satu purnama kemudian gubernur DKI Jakarta memulai PSBB. Enam bulan kemudian, hari ini tepatnya, kita sudah terbiasa melakukan segala aktivitas dari rumah, bekerja dari rumah, belanja dari rumah, sekolah pun dari rumah. Satu hal yang belum: potong rambut di rumah. Selama PSBB saya belum pernah potong rambut.

Senyatanya imbas buruk PSBB adalah perlambatan ekonomi. Ekonomi Indonesia triwulan II-2020 merosot tajam hingga mencapai minus 5,32 persen (y-on-y). Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami penurunan minus 30,84 persen, paling tinggi dari sisi produksi. PSBB sangat berpengaruh pada sektor transportasi. Perjalanan komuter berangkat dan pulang kantor jelas berkurang. Perjalanan dinas ke luar kota atau luar negeri pun tak jauh berbeda.

Di balik melambatnya mobilitas penduduk ada banyak waktu yang dihemat. Waktu yang biasanya dihabiskan untuk berangkat dan pulang kantor kini dapat digunakan untuk aktivitas lain. Minimal untuk sekadar rebahan di rumah. Di masa normal sebelum pandemi, saya menghabiskan minimal dua jam untuk perjalanan berangkat dan pulang kantor. Saat ini, hanya sekitar sebulan sekali saya pergi ke kantor. Artinya ada sekitar 38 jam waktu yang saya hemat. 

Waktu 38 jam tersebut belum termasuk waktu yang biasanya saya habiskan untuk berpindah dari satu rapat ke rapat lainnya. Di masa pandemi hampir semua rapat diselenggarakan secara virtual melalui video conference. Seminar pun banyak diselenggarakan secara daring. Webinar istilah kerennya. Hampir setiap hari selalu ada saja webinar yang diselenggarakan. Kadang malah waktunya bertabrakan. Kita pun dipaksa untuk memilih salah satu. Dari semua webinar itu ada yang gratis ada pula yang berbayar. Hampir semua bidang keilmuan ada webinarnya, mulai dari ekonomi dan kebijakan publik hingga fotografi dan seni kontemporer.

Kursus atau pelatihan pun banyak yang diselenggarakan secara daring. Kemenkeu Learning Center merupakan salah satu platform lokal yang menyediakan kursus gratis yang tak terbatas. Belum lagi platform luar negeri seperti Coursera, edX, LinkedIn Learning, dan masih banyak lagi. Cukup bermodalkan tekad untuk belajar dan sejumlah kuota internet, kita sudah bisa mendapatkan kursus-kursus berkualitas.

Saya pun teringat pesan kepala bagian di kantor pertama saya. Waktu itu ia mengingatkan saya, yang baru memulai karir sebagai abdi negara, untuk senantiasa mengembangkan diri. Saya masuk kerja tahun 2012, masa ketika semua hal bisa kita pelajari dari internet. Berbeda dengan masa ketika kepala bagian saya itu masuk kerja. Banyaknya webinar dan kursus di masa pandemi, karena itu, adalah kesempatan yang baik untuk kita dapat mengembangkan diri, utamanya sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Saya ingat betul pada September 2012, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) mempresentasikan Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Setidaknya, ada enam belas permasalahan PNS yang dipaparkan oleh Menpan-RB kala itu. Salah satunya adalah fakta bahwa 9 dari 10 PNS tidak dapat mengembangkan diri.

UU ASN kemudian ditetapkan pada tahun 2014. Tentu saja ada maksud di balik perubahan nomenklatur PNS menjadi ASN. Jenis jabatan ASN berbeda jauh dengan jabatan PNS, entah itu dari segi istilah maupun fungsi pokoknya. Dalam UU ASN, ASN terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Jabatan ASN terdiri dari jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi. Jabatan administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang mendasar pada keahlian dan keterampilan tertentu. Sementara, jabatan pimpinan tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintahan.

Kinerja pemangku jabatan fungsional direpresentasikan dalam bentuk Angka Kredit (AK). AK yang sudah ditetapkan dalam bentuk Penetapan Angka Kredit (PAK) dapat digunakan untuk pembinaan karier seorang ASN apabila. PAK adalah hasil penilaian berdasarkan angka kredit untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional. Tentu saja, kian tinggi pangkat dan jabatannya, kian tinggi pula kompensasi finansial yang ia dapat. 

Unsur yang digunakan dalam PAK meliputi unsur utama dan unsur penunjang. Selain melakukan tugas utama sebagai pejabat fungsional, seperti mengaudit, menganalisis, mengajar, atau meneliti, seorang pejabat fungsional juga memiliki kewajiban untuk melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya. Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara bertahap, dan berkelanjutan.

Jenis-jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dapat dinilai angka kreditnya adalah pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Setiap jenis pengembangan keprofesian berkelanjutan tersebut kemudian dalam penilaian untuk kenaikan jabatan digolongkan menjadi beberapa subunsur. Besaran angka kredit minimal setiap subunsur bergantung pada jabatan yang ingin diraih.

Seminar dan pelatihan atau kursus merupakan bagian dari subunsur pengembangan diri. Selagi pandemi ini sangat mudah bagi pejabat fungsional untuk mendapatkan AK dari mengikuti webinar dan/atau kursus daring dengan syarat temanya harus terkait dengan tugas utama dan ada setifikat. Hal itu pulalah yang memunculkan selentingan stigma negatif terhadap pejabat fungsional yang getol tholabul 'ilmi atau menuntut ilmu dari webinar. 

Akibatnya, sejumlah pejabat fungsional mulai enggan mengikuti webinar. Mereka enggan dicap sebagai pemburu webinar untuk sekadar mengejar AK. Padahal, di luar kepentingan untuk mendapatkan AK, seperti kata Abraham Maslow, pengembangan diri adalah upaya yang dilakukan individu untuk memenuhi segala kebutuhannya terhadap aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah puncak kebutuhan manusia dalam piramida yang dibuat Maslow. Ini berbahaya dan sangat merugikan, karena di saat pintu ilmu terbuka lebar orang-orang malah pergi menjauh darinya.

Kita anggap saja stigma tersebut sebagai kritik terhadap proses PAK yang selama ini dijalankan. Solusinya, kita bisa memilih metode kualitatif atau kuantitatif dalam proses PAK ini, atau bahkan kita bisa menggabungkan keduanya. Dengan metode kualitatif, kita bisa menilai sejauh mana webinar atau kursus daring tersebut dapat menunjang tugas utama pejabat fungsional yang bersangkutan. Pun sejauh mana pemahaman yang didapat pejabat pejabat fungsional tersebut dari webinar atau kursus daring yang diikutinya. Tentu saja metode ini sangat bergantung pada penilaian pejabat yang berwenang dalam PAK.

Sementara, dengan metode kuantitatif kita bisa membatasi jumlah maksimal AK yang bisa diklaim seorang pejabat fungsional setiap tahunnya. Hanya saja, saya pun tidak begitu menyukai metode kuantitatif ini karena bisa memicu McNamara Fallacy. McNamara Fallacy berasal dari nama Robert McNamara, Menteri Pertahanan AS pada masa Perang Vietnam. McNamara dikenal sangat terobsesi untuk mengambil keputusan dengan hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kuantitatif. Pada akhirnya sejarah mencatat kekalahan AS dalam Perang Vietnam. Karena itu, dalam permasalahan ini menurut saya solusinya lebih baik menggunakan metode kualitatif atau perpaduan antara kualitatif dan kuantitatif.

Selagi pandemi ini pintu ilmu pengetahuan telah terbuka selebar-lebarnya. Kita, karena itu, janganlah malah menutup diri, apalagi hanya karena selentingan atau stigma negatif. Ingatlah bahwa tholabul 'ilmi hukumnya wajib bagi setiap umat manusia entah itu di masa normal maupun kenormalan baru.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar