zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Trekking Bareng Keluarga


Trekking ke Gunung Tangkuban Parahu sudah jadi agenda rutin jelang tujuh belasan semasa putih-abu. Sepertinya sudah sering saya bercerita tentang itu. Lama-lama pengen juga naik gunung beneran, berkemah di puncak gunung. 

Pas sudah punya gaji sendiri barulang kebeli peralatan naik gunung yang mumpuni: sepatu, kerir, dan pakaian. Sayangnya, baru sekali dipakai muncak saya keburu pensiun dini. 

Jaman kiwari trekking lumayan ngehits. Kalau di Jakarta yang rame di daerah Sentul. Mungkin orang-orang sudah jengah dengan Puncak yang harus macek-macetan dan drama buka tutup jalur. 

Saya baru dua kali trekking di Sentul. Trekking pertama sepatu running sampai jebol. Trekking kedua saya pakai sepatu hiking, yang sudah jebol juga sebetulnya. Kelamaan disimpan di lemari. Tapi sudah lebih dulu dilem ulang dan dijahit solnya. 

Daripada beli sepatu baru, iya kan? Lagi pula masih cukup bagus. Terus katanya kan mau jadi minimalist.

Trekking pertama kami bareng keluarga. Trekking kedua bareng keluarga kecil dan rombongan alumni relawan Ruang Belajar. 

Jagoan pastinya senang banget ikut trekking. Apalagi pas bagian berenang di curug. Awalnya saya ga ikut nyebur, tapi kayaknya sayang aja jauh-jauh cuma nongkrong di pinggir curug. 

Si Bungsu sudah berani menginjak kan kaki dan berjalan di sungai. Padahal awalnya dia masih suka geli pas menginjak pasir atau batu. Malah terakhir-terakhir enggak mau diajak naik. 

Segitu dulu saja ceritanya. Jadi, kapan kita trekking lagi? Sekalian glamping, mungkin?
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar