zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Cenat-cenut di Malam Tahun Baru


Minggu kemarin, di penghujung tahun 2015, Jagoan dan saya menguntit Ambu ke kampus. Tidak cukup menunggu di luar kelas, kami ikut masuk ke dalam kelas dan mengikuti dengan khidmat kuliah yang Ambu berikan. Bukan, seharian kami mengikuti kegiatan Ambu bukan untuk ikut menambah panjang perdebatan soal ibu pekerja versus ibu rumah tangga, yang sudah sangat berisik akibat distorsi media sosial. Saya hanya sedang ingin lebih memahami peran seorang ibu pekerja.

Malam harinya, Jagoan demam dan batuk-pilek. Tidak hanya itu, ada bintik merah di leher, pipi, dan punggungnya. Kami khawatir kalau bintik merah itu muncul akibat indikasi campak, gabagen kalau kata orang Jawa. Kami memberinya Tempra Drops, obat penurun panas. Keesokan harinya, barulah Jagoan dibawa ke dokter. Hari itu adalah hari terakhir di tahun 2015. Klinik tempat Jagoan divaksinasi juga tutup. Poliklinik anak juga banyak yang buka setengah hari. Beberapa lainnya malah tutup.

Akhirnya, Jagoan dibawa ke Klinik 24 Jam, ditangani dokter umum. Di klinik tempat Jagoan divaksinasi juga biasanya Jagoan ditangani dokter umum, tapi hampir semua pasiennya adalah anak-anak, jadi kapasitasnya mengenai permasalahan kesehatan anak lebih mumpuni. Menurut dokter di Klinik 24 Jam, Jagoan hanya menderita demam dan batuk-pilek biasa. Dokter menyarankan agar kami tidak perlu terlampau cemas dengan bintik-bintik merah yang muncul di beberapa bagian tubuh Jagoan. Penjelasan dokter itu tidak membuat kami puas.

Jagoan pun diresepkan tiga obat: puyer batuk-pilek, sirup paracetamol, dan sirup antibiotik. Di sana, Ambu yang sedang batuk-pilek, tertular Jagoan, juga ikut berobat. Karena sebelum ke klinik Jagoan sudah minum obat turun panas, baru sore harinya obat dari dokter itu diminum Jagoan. Sore hari itu juga bintik merah jagoan semakin menyebar. Karena khawatir, malamnya saya kembali ke klnik, sendirian, untuk berkonsultasi dengan dokter. Jagoan menunggu di rumah. Ambu mencoba menurunkan panasnya dengan metode skin to skin

Dokter lagi-lagi menyimpulkan bintik merah itu timbul akibat demam saja. Menurut dokter, alergi obat tidak mungkin. Saya juga tidak berpikir itu alergi obat. Masih menurut dokter, tidak ada indikasi campak pada Jagoan. Apalagi sebelumnya saya bercerita bahwa Jagoan pernah diimunisasi campak saat usianya masih lima bulan, imunisasi yang menurut banyak literatur sebenarnya belum perlu diberikan pada usia tersebut. Dokter kemudian menyarankan agar jika ada indikasi campak, berupa bintik merah pada selaput lendir, seperti mata dan bibir, Jagoan segera dibawa ke UGD.

Kami bersyukur sampai keesokan harinya bintik merah itu tidak tampak pada selaput lendir Jagoan. Malam pergantian tahun pun saya lewati sambil menemani Ambu dan Jagoan yang sedang terkulai sakit. Baru hari Sabtu, keesokan harinya, kami mebawa Jagoan ke klinik tempat ia biasa divaksinasi. Karena tidak bisa dikontak, saya pun mengecek terlebih dulu, memastikan kliniknya buka. Setelah dapat dipastikan kliniknya buka barulah saya menjemput Jagoan.

Dokter di sana mendiagnosa Jagoan terjangkit roseola infantum. Virus herpes tipe 6 (HHV-6) dan virus herpes tipe 7 (HHV-7) adalah biang keladi penyakit ini. Roseola umumnya menular melalui droplet atau pernapasan anak yang sedang terinfeksi. Memang, sepulang dari kampus Ambu waktu itu, kami sempat mengajak Jagoan ke ITC Depok, mencari kado ulang tahun untuk pengasuhnya. Kami menduga di sana Jagoan terpapar virus.

Kami pun menanyakan berapa sebaiknya dosis obat yang harus diberikan kepada Jagoan, karena di Klinik 24 Jam itu kami tidak diberi tahu dosis tepat yang harus diberikan. Dokter pun mengajarkan bagaimana meberi dosis obat sesuai dengan berat badan anak, baik itu obat padat maupun obat cair. Sayangnya, label obat yang kami dapat dari Klinik 24 Jam itu tidak dapat terbaca, jadi tidak bisa ditakar berapa dosis yang pas untuk Jagoan. Menutup atau mencopot label obat memang sudah menjadi kebiasaan buruk apotek di Indonesia. Entah apa maksudnya.

Dokter menyarankan agar Jagoan diberi banyak cairan untuk mencegah dehidrasi akibat demam tinggi dan berkeringat. Kami pun diedukasi tentang dehidrasi pada anak, mulai dari mengidentifikasi gejalanya hingga cara menanganinya. Selain itu, dokter menyarankan agar kami menyetor sirup antibiotik dan sirup paracetamol. Menurutnya, penanganan penyekit roseola tidak memerlukan antibiotik. Tidak ada obat untuk penyakit yang disebabkan virus. Obat demam distop karena Jagoan sudah tidak demam lagi. Apalagi kami tidak dapat menghitung takaran dosis yang pas untuk Jagoan.

Melalui pengalaman cenat-cenut di malam tahun baru itu saya ditegur, diingatkan bahwa Jagoan masih sangat kecil, masih rentan terkena penyakit. Perlu usaha lebih ekstra untuk menjaga Jagoan agar tidak terpapar penyakit, teutama penyakit yang disebabkan oleh virus. Kami pun harus terus meningkatkan imunitasnya, satu di antaranya adalah dengan melakukan vaksinasi.

Lekas pulih ya, Nak.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

2 komentar