Ketika pertama kali belajar PNBP, ada yang selalu mengganggu pikiran saya. Iya, kamu. Kamu yang selalu menggangu pikiran saya. Ups! Ada rasa penasaran tentang bagaimana hubungan antara kewajiban PNBP perusahaan tambang batubara yang sudah go public dengan harga sahamnya. Apakah hubungannya baik-baik saja atau justru complicated? PNBP dari sektor pertambangan batubara terdiri dari landrent dan royalti, untuk perusahaan pemegang IUP, serta tambahan PHT, untuk perusahaan pemegang PKP2B.
Hingga pada suatu ketika dengan tidak sengaja saya dipertemukan dengan pengurus salah satu perusahaan BUMN di sektor pertambangan batubara. Kebetulan perusahaan ini sudah go public. Peristiwa ini menjadi kesempatan untuk mencari jawaban atas rasa penasaran saya.
Berbeda dengan perusahaan-perusahaan lainnya, atas permintaan perusahaan, selalu dilakukan audit kewajiban PNBP terhadap perusahaan BUMN ini. Hasil auditnya sering lebih bayar. Usut punya usut, ternyata kelebihan bayar tersebut sengaja dilakukan agar perusahaan tidak mengalami kurang bayar. Jika perusahaan mengalami kurang bayar, manajemen perusahaan akan ditegur oleh Kementerian BUMN karena dianggap tidak compliance terhadap peraturan perundang-undangan. Meski demikian, perusahaan bisa tetap dianggap kurang patuh. Seharusnya perusahaan menyetor Rp1.000,00 ke Kas Negara, ini malah menyetor Rp1300,00. Demikian pula halnya dengan kepercayaan pemegang saham. Kepercayaan pemegang saham bisa berkurang bahkan hilang ketika perusahaan menjadi pengemplang PNBP. Kepercayaan pemegang saham ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap harga saham itu sendiri.
Saya pun teringat dengan kisah perang terbuka antara Sri Mulyani Indrawati (SMI) ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan dengan Aburizal Bakrie (ARB) ketika menjabat sebagai Menko Kesra. Perang terbuka tersebut ada hubungannya dengan kewajiban PNBP dan harga saham perusahaan tambang batubara milik Bakrie.
Ternyata, selain mengemplang pajak, perusahaan Bakrie juga menjadi pengemplang PNBP (royalti batubara). Nilainya berbeda-beda menurut versi Kementerian Keuangan, BPK, dan ICW. Kala itu SMI geram karena selama bertahun-tahun sejumlah perusahaan dengan begitu berani menghindari pajak dan royalti. Setidaknya perusahaan batubara milik Bakrie mengemplang royalti sekitar 2-5 triliun antara tahun 2002 dan 2003. SMI juga sempat membuat keputusan pencekalan terhadap sejumlah petinggi perusahaan batubara milik Bakrie.
Terkait dengan harga saham, tentu masih ingat tulisan saya "Risiko Investasi Menurut Perspektif Syariah". Waktu itu saya sempat bercerita tentang gonjang-ganjing saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Gonjang-ganjing tersebut salah satunya karena terjadi goreng-menggoreng atas saham BUMI. Seluruh kerabatnya ikut melakukan jual beli palsu atas saham BUMI sehingga investor percaya bahwa sahamnya bagus. Yang seperti ini menurut perspektif syariah disebut sebagai Najsy. Najsy adalah upaya menawar barang dengan harga yang lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya (penawaran palsu).
Kala itu, pemerintahan SBY-JK ikut mengintervensi penjualan saham BUMI. Pada Oktober 2008 silam, bersamaan dengan krisis finansial dunia, saham-saham perusahaan di BEI terjun bebas. Saham BUMI yang tiga bulan sebelumnya mencapai Rp7.000,00 per lembar, anjlok di bawah Rp1.000,00 per lembarnya. Namun, pihak otoritas bursa tiba-tiba menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham BUMI hanya karena adanya ‘titipan’ dari Menko Kesra, ARB. SMI yang memegang kendali masalah keuangan, termasuk pasar modal, menjadi berang. SMI meminta pencabutan penghentian sementara perdagangan saham BUMI pada 7 Oktober 2008. Atas kasus ini, beredar kabar bahwa SMI sempat ‘mengancam’ akan mengundurkan diri dari posisinya sebagai Menteri Keuangan jika SBY masih terus melindungi saham Bakrie.
Itulah sebagian kecil alasan kenapa saya merindukan sosok pemimpin seperti SMI. Bukan seorang pemimpin seperti.... Ah, lupakan saja dia yang sudah pergi ke desa tetangga.
Lagi-lagi tulisan saya malah ngalor-ngidul tidak jelas juntrungannya. Baiklah, kita simpulkan saja supaya tidak merembet lagi ke mana-mana. Sekarang kita sudah bisa mengetahui bagaimana hubungan antara kewajiban PNBP dengan harga saham pada perusahaan tambang batubara. Jadi, hubungan keduanya adalah complicated, sama seperti hubungan kita. Uwuwuwuwu. :3