zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Belajar Akad


Sabtu kemarin saya jalan-jalan ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Tujuan utamanya adalah untuk mencari makan siang gratis, sekaligus ingin mematahkan pepatah Sunda buhun, "There ain't no such thing as a free lunch.". Karena selain mendapatkan makan siang gratis, saya pun mendapatkan ilmu gratis. Salah satunya adalah ilmu tentang akad. Tunggu dulu! Bukan akad itu yang saya maksud. Akad di sini adalah akad-akad dalam transaksi efek syariah.

Kelas akad dan prinsip syariah dalam transaksi efek syariah ini diisi oleh Dr. Setiawan Budi Utomo, anggota DSN-MUI sekaligus peneliti di Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Rasa-rasanya saya pernah bertemu beliau. Tapi saya lupa di mana. Sampai ketika pulang ke kosan saya baru ingat bahwa beliau ini yang pernah menjadi narasumber dalam kajian Dana Pensiun Berbasis Syariah (DPBS), kalau tidak salah. Waktu itu saya mengantar teman untuk menemui beliau di kantornya. Gaya mengajarnya sangat menarik, tidak membosankan. Di tengah pelajaran beliau sering menyelipkan jokes cerdas yang sangat lucu terkait dengan syariah.

Pada dasarnya, segala sesuatu adalah mubah (boleh). Dengan catatan bahwa sesuatu tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Sama halnya dengan makanan. Pada dasarnya semua makanan adalah mubah, kecuali makanan yang diharamkan. Akan tetapi, bukan berarti MUI harus membuat sertifikat haram. Oleh karena itu, yang ada adalah sertifikat halal. Kalau MUI harus membuat sertifikat halal, nanti MUI harus berkeliling Mangga Besar untuk melabeli beberapa tempat di sana dengan sertifikat haram. Lupakan.

Pun demikian halnya dengan transaksi efek. Pada dasarnya transaksi efek diperbolehkan kecuali tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Tindakan-tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Tadlis. Tindakan menyembunyikan informasi oleh pihak penjual untuk mengelabuhi pihak pembeli.
  2. Taghrir. Upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang mengandung kebohongan agar orang lain terdorong untuk melakukan transaksi.
  3. Najsy. Upaya menawar barang dengan harga yang lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya (penawaran palsu).
  4. Ikhtikar. Upaya membeli barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjual kembali pada saat harga lebih mahal.
  5. Ghisysy. salah satu bentuk tadlis, yaitu penjual menjelaskan/memaparkan keunggulan/keistimewaan barang yang dijual tetapi menyembunyikan kecacatannya.
  6. Ghabn Fahisy. Adalah ghabn (ketidakseimbangan antara dua barang yang dipertukarkan dalam satu akad) tingkat berat, seperti jual beli atas barang dengan harga jauh di bawah pasar.
  7. Bai' Al Ma'dum. Jual beli yang objeknya (mabi') tidak ada pada saat akad.
  8. Bai' Al Maksyuf. Jual beli secara tunai atas efek padahal penjual tidak memiliki efeknya.

Apakah short selling haram? Apakah haram jika kita membeli saham pukul 10.00 WIB kemudian kita menjualnya pada pukul 10.01 WIB, sesaat setelahnya?

Kita bahas pertanyaan ke dua dulu. Seorang trader boleh menjual saham syariah sesaat setelah transaksi terjadi (akad jual beli di nilai sah) meskipun settlement dilaksanakan pada T+3. Hal ini sesuai dengan prinsip Qabbdh Hukmi. Qabdh adalah penguasaan aset oleh pembeli yang menyebabkan dia berhak untuk melakukan tindakan hukum (tasharruf, seperti menjual) terhadap aset tersebut, menerima manfaat, atau menanggung risikonya. Qabdh terdiri dari Qabdh Haqiqi dan Qabdh Hukmi. Qabdh Haqiqi adalah penguasaan aset oleh pembeli atas fisik aset yang dibelinya. Qabdh Hukmi adalah penguasaan aset oleh pembeli secara dokumen kepemilikan aset yang dibelinya baik dalam bentuk catatan elektronik maupun non-elektronik.

Lalu, bagaimana dengan short selling? Short selling hukumnya haram. Short selling bukan berarti kita menjual saham sesaat setelah membelinya. Short selling adalah suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham di mana investor/trader meminjam dana (on margin) untuk menjual saham (yang belum dimiliki) dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pijaman saham ke pialangnya pada saat saham turun. Short selling bisa dikategorikan sebagai Bai' Al Ma'dum. Terkait dengan margin ini, dalam kelas sebelumnya, Irwan Abdalllah, Head Unit Market Development BEI, berceloteh bahwa di pasar modal syariah ada sebuah jokes, "Sebenarnya margin boleh-boleh saja, asal akadnya Mudharabah."

Sekian belajar akad kali ini. Masih banyak yang harus saya pelajari. Jika ada kesalahan dalam pembahasan di atas, 100% adalah kesalahan saya pribadi. Pesan terakhir dari saya adalah berinvestasilah sebelum investasi itu dilarang. Maksudnya pesan terakhir dalam blog post malam ini. Duh!
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar